GHASAB
1.
Pengertian
Ghasab
Menurut bahasa, Ghasab adalah
mengambil suatu barang dengan cara dzalim secara terang-terangan. Sedangkan menurut syara’, ghasab adalah
menguasai hak milik orang lain dengan cara permusuhan atau tanpa pembenaran.
Jika ada seseorang naik kendaraan
atau duduk diatas tikar orang lain, itu dinamakan ghasab walaupun tanpa
memindah baik tujuan menguasai ataupun tidak. Dalam kitab Raudhoh dijelaskan:
baik memiliki tujuan menguasai ataupun tidak, sedang menurut pendapat Imam
Rofi’i, diceritakan bahwa tidak adanya
tujuan keduanya sebagaimana tidak adanya tujuan memindahkannya.
Begitu juga dengan seseorang yang
memaksa pemilik rumah untuk keluar dari rumahnya sendiri, atau mendiami suatu
rumah tanpa izin dari pemilik sah rumah tersebut, dia disebut penggashab.
Pendapat kedua yakni menurut Imam Ghazali, mengatakan bahwasanya perbuatan
tersebut tidak dikatakan ghasab. Dan dalam kitab Muharror dikatakan bahwa lebih
masyhur nya sesungguhnya perbuatan tersebut menjadikan ghasab.
Seseorang yang menempati salah satu
kamar dalam rumah orang lain, sementara pemilik rumah melarangnya, maka dia
disebut penggashab kamar, bukan penggashab rumah.
Demikian pula seseorang yang
mendiami rumah orang lain dengan tujuan menguasai, sementara pemilik rumah
tidak berada di tempat, maka dia disebut penggashab rumah.
Begitu juga jika pemilik berada
dalam rumah, dia disebut penggashab separuh dari rumah. Namun, seseorang yang
memasuki rumah orang lain dalam kondisi lemah dan tidak mampu menandingi
kekuasaan pemilik rumah, bukanlah seorang penggashab karena kriteria penggashab
yang berkuasa tidak teracapai.
2.
Hukum
Ghasab
Hukum ghasab adalah haram, termasuk
dosa besar serta memicu kemarahan Allah.
Hal ini sesuai dengan firman Allah “Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain di
antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan)
harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebagian daripada harta benda
orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui.” (QS. al-
Baqarah: 188)
Perintah yang telah dinyatakan dalam al qur’an tersebut sesuai dengan
sabda Rasul yang telah diriwayatkan oleh Ad Daruqutni.
عن انس ان النبي قال :لايحل مال امرىء مسلم الا بطيب نفسه (رواه
الدارقطني)
“ Tidaklah halal harta seorang muslim kecuali dengan kerelaan hatinya”.
Ghasib wajib
mengembalikan apa yang dighasabnya kepada pemiliknya, juga wajib membayar ganti
rugi apa yang kurang dari barang itu.
3. Penanggungan Barang Yang Di Gahasab
Seorang penggashab kekayaan milik orang lain wajib
menanggung kerusakan yang terjadi. Hal ini sesuai dengan hadits “ Pemegang barang wajib menanggung barang
yang diambilnya sampai dia mengembalikannya”. Penanggungan itu baik secara
langsung atau hanya perantara.
a.
Penanggungan secara langsung
Menurut Ijma’ Ulama’, apabila semua atau
sebagian barang bernilai jual rusak di tangan penggashab, dia wajib
menggantinya. Tetapi, jika tidak bernilai jual, misalnya sebiji gandum, anjing
peliharaan, kotoran ternak, dan lain sebagainya, maka tidak ada kewajiban
menggantinya. Apabila seseorang merusakkan barang di tangan pemiliknya, dia
tetap harus menggantinya.
a.
Penanggungan akibat menjadi perantara
Diantaranya yaitu pada masalah membuka
sangkar burung.
Menurut Ijma’ Ulama, andaikan ada seseorang
membuka dan menggoyang sangkar burung hingga burungnya terbang, dia harus
menggantinya. Sebab dia memaksa burung beranjak pergi meninggalkan sangkarnya.
Menurut pendapat Adzhar, apabila dia hanya sekedar membuka sangkar lalu burung
spontan terbang, dia tetap harus menggantinya. Karena, terbangnya burung secara
spontan menunjukkan adanya peluang bagi burung untuk melarikan diri dari
sangkar. Tetapi jika setelah sangkar dibuka dan burung terdiam kemudian
terbang, maka dia tidak harus mengganti.