Kamis, 22 Oktober 2015

Ghasab

GHASAB
1.      Pengertian Ghasab
Menurut bahasa, Ghasab adalah mengambil suatu barang dengan cara dzalim secara terang-terangan.  Sedangkan menurut syara’, ghasab adalah menguasai hak milik orang lain dengan cara permusuhan atau tanpa pembenaran.
Jika ada seseorang naik kendaraan atau duduk diatas tikar orang lain, itu dinamakan ghasab walaupun tanpa memindah baik tujuan menguasai ataupun tidak. Dalam kitab Raudhoh dijelaskan: baik memiliki tujuan menguasai ataupun tidak, sedang menurut pendapat Imam Rofi’i,  diceritakan bahwa tidak adanya tujuan keduanya sebagaimana tidak adanya tujuan memindahkannya.
Begitu juga dengan seseorang yang memaksa pemilik rumah untuk keluar dari rumahnya sendiri, atau mendiami suatu rumah tanpa izin dari pemilik sah rumah tersebut, dia disebut penggashab. Pendapat kedua yakni menurut Imam Ghazali, mengatakan bahwasanya perbuatan tersebut tidak dikatakan ghasab. Dan dalam kitab Muharror dikatakan bahwa lebih masyhur nya sesungguhnya perbuatan tersebut menjadikan ghasab.
Seseorang yang menempati salah satu kamar dalam rumah orang lain, sementara pemilik rumah melarangnya, maka dia disebut penggashab kamar, bukan penggashab rumah.
Demikian pula seseorang yang mendiami rumah orang lain dengan tujuan menguasai, sementara pemilik rumah tidak berada di tempat, maka dia disebut penggashab rumah.
Begitu juga jika pemilik berada dalam rumah, dia disebut penggashab separuh dari rumah. Namun, seseorang yang memasuki rumah orang lain dalam kondisi lemah dan tidak mampu menandingi kekuasaan pemilik rumah, bukanlah seorang penggashab karena kriteria penggashab yang berkuasa tidak teracapai.
2.      Hukum Ghasab
Hukum ghasab adalah haram, termasuk dosa besar serta memicu kemarahan Allah.
Hal ini sesuai dengan firman Allah “Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui.” (QS. al- Baqarah: 188)
Perintah yang telah dinyatakan dalam al qur’an tersebut sesuai dengan sabda Rasul yang telah diriwayatkan oleh Ad Daruqutni.
عن انس ان النبي قال :لايحل مال امرىء مسلم الا بطيب نفسه (رواه الدارقطني)
Tidaklah halal harta seorang muslim kecuali dengan kerelaan hatinya”.
Ghasib wajib mengembalikan apa yang dighasabnya kepada pemiliknya, juga wajib membayar ganti rugi apa yang kurang dari barang itu.
3.      Penanggungan Barang Yang Di Gahasab
Seorang penggashab kekayaan milik orang lain wajib menanggung kerusakan yang terjadi. Hal ini sesuai dengan hadits Pemegang barang wajib menanggung barang yang diambilnya sampai dia mengembalikannya”. Penanggungan itu baik secara langsung atau hanya perantara.
a.       Penanggungan secara langsung
Menurut Ijma’ Ulama’, apabila semua atau sebagian barang bernilai jual rusak di tangan penggashab, dia wajib menggantinya. Tetapi, jika tidak bernilai jual, misalnya sebiji gandum, anjing peliharaan, kotoran ternak, dan lain sebagainya, maka tidak ada kewajiban menggantinya. Apabila seseorang merusakkan barang di tangan pemiliknya, dia tetap harus menggantinya.
a.       Penanggungan akibat menjadi perantara
Diantaranya yaitu pada masalah membuka sangkar burung.
Menurut Ijma’ Ulama, andaikan ada seseorang membuka dan menggoyang sangkar burung hingga burungnya terbang, dia harus menggantinya. Sebab dia memaksa burung beranjak pergi meninggalkan sangkarnya. Menurut pendapat Adzhar, apabila dia hanya sekedar membuka sangkar lalu burung spontan terbang, dia tetap harus menggantinya. Karena, terbangnya burung secara spontan menunjukkan adanya peluang bagi burung untuk melarikan diri dari sangkar. Tetapi jika setelah sangkar dibuka dan burung terdiam kemudian terbang, maka dia tidak harus mengganti.