BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Dari
semua sumber daya pendidikan yang dianggap penting adalah uang. Uang ini ibarat
kuda dan pendidikan sebagai gerobak. Gerobak tidak akan berjalan tanpa ditarik
kuda. Pendidikan tidak akan berjalan tanpa adanya biaya atau uang. Uang ini
termasuk sumber daya yang langka dan terbatas. Sehingga, uang perlu dikelola
dengan efektif dan efisien agar membantu pencapaian tujuan pendidikan.
Manajemen
Pembiayaan dalam lembaga pendidikan berbeda dengan manajemen pembiayaan perusahaan
yang berorientasi profit atau laba. Organisasi pendidikan dikategorikan sebagai
organisasi publik yang nirlaba (non profit). Oleh karena itu, manajemen
pembiayaan memiliki keunikan sesuai dengan misi dan karakteristik pendidikan.
Secara
umum pembiayaan pendidikan adalah sebuah kompleksitas, yang didalamnya akan
terdapat saling keterkaitan pada setiap komponen, yang memiliki rentang yang
bersifat mikro (satuan pendidikan) hingga yang makro (nasional), yang meliputi
sumber-sumber pembiayaan pendidikan, sistem dan mekanisme pengalokasiannya,
efektivitas dan efisiensi dalam penggunaannya, akutabilitas hasilnya yang
diukur dari perubahan-perubahan yang terjadi pada semua tataran, khususnya
sekolah, dan permasalahan-permasalahan yang masih terkait dengan pembiayaan
pendidikan. Oleh karena itulah kami akan membahasnya dalam makalah di bawah
ini.
B.
Rumusan
Masalah
1. Apakah
pengertian manajemen pembiayaan pendidikan?
2. Bagaimanakah
manajemen pembiayaan pendidikan dalam tingkat makro?
BAB II
PEMBAHASAN
1.
Pengertian
Menejemen Pembiayaan Pendidikan
Menejemen
pendidikan merupakan suatu cabang ilmu yang usianya relative masih muda
sehingga tidak aneh apabila banyak yang belum mengenalnya. Istilah lama yang
sering digunakan adalah administrasi. Manajemen berasal dari kata to manage yang berarti mengatur,
mengurus atau mengelola. Banyak definisi yang telah diberikan oleh para ahli
terhadap istilah manajemen ini. Namun dari sekian banyak definisi tersebut ada
satu yang kiranya dapat dijadikan pegangan dalam memahami manajemen tersebut,
yaitu: manajemen adalah suatu proses yang terdiri dari rangkaian kegiatan,
seperti perencanaan, pengorganisasian, penggerakan dan pengendalian/
pengawasan, yang dilakukan untuk menentukan dan mencapai tujuan yang telah
ditetapkan melalui pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber daya lainnya.
Lebih
lanjut menurut Mulyani A. Nurhadi (1983)[1]
manajemen merupakan kegiatan atau rangkaian kegiatan yang dilakukan dari, oleh
dan untuk manusia. Rangkaian kegiatan itu merupakan suatu proses pengelolaan
dari suatu rangkaian kegiatan pendidikan yang sifatnya kompleks dan unik yang
berbeda dengan tujuan perusahaan untuk memperoleh keuntungan yang
sebesar-besarnya. Tujuan pendidikan ini tidak terlepas dari pendidikan secara
umum dan tujuan pendidikan yang telah ditetapkan oleh suatu bangsa. Proses
pengelolaan itu dilakukan oleh sekelompok manusia yang tergabung dalam suatu
organisasi sehingga kegiatannya harus dijaga agar tercipta kondisi kerja yang
harmonis tanpa mengorbankan unsur-unsur manusia yang terlibat dalam kegiatan
pendidikan ini. Proses itu dilakukan dalam rangka mencapai sutu tujuan yang
telah ditetapkan sebelumnya, yang dalam hal ini meliputi tujuan yang bersifat
umum dan yang diemban oleh tiap-tiap organisasi pendidikan (skala tujuan
khusus). Proses pengelolaan itu dilakukan agar tujuannya dapat tercapai secara
efektif dan efisien.
Manajemen
menurut Udaya (1995) memberikan rumusan bahwa manajemen yaitu “Proses untuk
mencapai tujuan-tujuan organisasi dengan melakukan kegiatan dari empat fungsi
utama yaitu merencanakan (planning), mengorganisasi (organizing), memimpin
(leading), dan mengendalikan (controlling). Dengan demikian, manajemen adalah
sebuah kegiatan yang berkesinambungan”.
Manajemen
pendidikan adalah rangkaian kegiatan atau keseluruhan proses pengendalian usaha
kerja sama sejumlah orang untuk mencapai tujuan pendidikan secara berencana dan
sistematis yang diselenggarakan di lingkungan tertentu, terutama berupa lembaga
pendidikan formal.
Tujuan
kegiatan manajemen pendidikan adalah meningkatkan efisiensi dan efektivitas
penyelenggaraan kegiatan operasional kependidikan dalam mencapai tujuan
pendidikan. (Hadari Nawawi, 1981). [2]
Biaya
pendidikan merupakan komponen instrumental yang sangat penting dalam
keberlangsungan penyelenggaraan pendidikan. Dalam mencapai tujuan pendidikan,
baik tujuan yang bersifat kualitatif maupun tujuan kuantitatif, peranan biaya
merupakan salah satu faktor yang menentukan. Setiap upaya pendidikan tidak
terlepas dari adanya biaya. Sehingga dapat dikatakan bahwa tanpa biaya, proses
pendidikan tidak akan berjalan.
Pembiayaan
adalah kemampuan interval sistem pendidikan untuk mengelola dana-dana
pendidikan secara efisien.
Pembiayaan
pendidikan adalah sebagai nilai rupiah dari seluruh sumber daya (input) yang
digunakan untuk suatu kegiatan pendidikan. Pembiayaan pendidikan tidak hanya
menyangkut analisa sumber, tetapi juga menggunakan dana secara efisien. Semakin
efisien sistem pendidikan itu semakin kurang pula dana yang diperlukan untuk
mencapai tujuan-tujuannya dan lebih banyak yang dicapai dengan anggaran yang
tersedia.
Manajemen
pembiayaan pendidikan adalah segenap kegiatan yang berkenaan dengan penataan
sumber, penggunaan, dan pertanggungjawaban dana pendidikan di sekolah atau
lembaga pendidikan. Kegiatan yang ada dalam manajemen pembiayaan meliputi tiga
hal, yaitu: penyusunan anggaran, pembiayaan, pemeriksaan.
2.
Manajemen
Pembiayaan Pendidikan Tingkat Makro (Nasional)
Pembiayaan
pendidikan merupakan komponen yang sangat penting dalam penyelenggaraan
pendidikan. Pembiayaan pendidikan yang bersifat makro maupun mikro haruslah
tepat dan adil dan mengarah pada tujuan pendidikan nasional. Anatomi pembiayaan
baik makro maupun mikro harus dipahami secara benar sehingga para pengambil
keputusan sungguh dapat menghasilkan kebijakan yang tepat. Diperlukan suatu
penelitian atau studi yang mendalam khususnya saat menentukan kebijakan
pembiayaan pendidikan yang bersifat mikro, yaitu pada tataran lembaga/sekolah.
Pada umumnya penelitian lebih terfokus pada pembiayaan pendidikan dalam skala
makro (Nasional).[3].
Dalam
pengelolaan pendidikan, khususnya sebuah sekolah tentunya sumber biaya terdapat
dari sejumlah pihak atau sektor yang dapat membantu dalam manajemen pembiayaan
tersebut. Dilihat dari sumber-sumbernya, biaya pendidikan pada tingkat makro (Nasional)
berasal dari:
a. pendapatan
Negara dari sector pajak (yang beragam jenisnya)
b. pendapatan
Negara dari sector non pajak, misalnya dari pemanfaatan sumber daya alam dan
produksi nasional lainnya yang lazim dikategorikan ke dalam gas dan non migas.
c. keuntungan
dari sector barang dan jasa
d. usaha-usaha
Negara lainnya, termasuk dari divestasi saham dan perusahaan Negara (BUMN)
e. bantuan
dalam bentuk hibah (grant) dan
pinjaman luar negeri (loan) baik dari
lembaga-lembaga keuangan Internasional ( seperti Bank Dunia, ADB, IMF, IDB,
JICA) maupun pemerintah, baik melalui kerjasama multilateral maupun bilateral.
Menurut
Depdiknas (2007), sumber-sumber pendapatan sekolah dapat berasal dari: [4]
a.
Pemerintah, yang meliputi:
Pemerintah Pusat, yang dialokasikan melalui APBN serta Pemerintah
Kabupaten/Kota, yang dialokasikan melalui APBD;
b.
Usaha mandiri sekolah, yang berupa kegiatan:
pengelolaan kantin sekolah, koperasi sekolah, wartel, jasa antar jemput siswa,
panen kebun sekolah; kegiatan sekolah yang menarik sehingga ada sponsor yang
memberi dana; kegiatan seminar/ pelatihan/lokakarya dengan dana dari peserta
yang dapat disisihkan sisa anggarannya untuk sekolah; serta penyelenggaraan
lomba kesenian dengan biaya dari peserta atau perusahaan yang dapat disisihkan
sebagian dananya untuk sekolah;
c.
Orang tua siswa, yang berupa
sumbangan fasilitas belajar siswa, sumbangan pembangunan gedung, iuran BP3, dan
SPP;
d.
Dunia usaha dan industri, yang
dilakukan melalui kerjasama dalam berbagai kegiatan, baik berupa bantuan uang
maupun fasilitas sekolah;
e.
Hibah yang tidak bertentangan dengan
peraturan perundangan yang berlaku, di mana kepala sekolah perlu menyusun
proposal yang menguraikan kebutuhan pengembangan program sekolah;
f.
Yayasan penye-lenggara pendidikan
bagi lembaga pendi-dikan swasta;
g.
Masyarakat luas.
Sementara di tingkat daerah, baik tingkat satu
maupun tingkat dua berasal dari kucuran dana dari pusat beserta yang berasal
dari Pendapatan Asli Daerah (PAD). Sementara dalam tataran sekolah, baik
sekolah swasta maupun negeri pada dasarnya berasal dari subsidi pemerintah
pusat, pemerintah daerah, iuran siswa dan sumbangan masyarakat (Supriadi, 2010:
4).[5]
Mengacu
pada perundang-undangan yang berlaku, negaralah yang paling bertanggung jawab
atas pembiayaan pendidikan secara makro. Akan tetapi peran masyarakat untuk
ikut serta bertanggung jawab terhadap kelangsungan pendidikan juga tidak boleh
dimatikan. Ketentuan dalam UU Sisdiknas Bab VIII tentang Wajib Belajar, Pasal
34 menyatakan bahwa setiap warga negara yang berusia 6 (enam) tahun dapat
mengikuti program wajib belajar; Pemerintah dan Pemerintah Daerah menjamin
terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa
memungut biaya, wajib belajar merupakan tanggung jawab negara yang
diselenggarakan oleh lembaga pendidikan Pemerintah, Pemerintah Daerah dan
masyarakat. Ketentuan tersebut kemudian diikuti oleh kebijakan-kebijakan lain
seperti BOS (Biaya Operasional Sekolah).
Dalam
teori dan praktik pembiayaan pendidikan, baik pada tataran makro maupun mikro,
dikenal beberapa kategori biaya pendidikan (Anwar, 1991; [6]
Gaffar, 1991;[7] Thomas, 1971).[8]
a. biaya
langsung (direct cost) dan biaya tak langsung (indirect cost). Biaya langsung
adalah biaya yang secara langsung menunjang penyelenggaraan pendidikan,
misalnya pakaian, papan tulis, dan lain sebagainya. Biaya tidak langsung adalah
pengeluaran yang tidak secara langsung menunjang proses pendidikan tetepi
memungkinkan proses pendidikan tersebut terjadi di sekolah, misalnya biaya
hidup siswa, biaya transportasi ke sekolah, biaya jajan, biaya kesehatan, dan
lain-lain.
b. biaya
pribadi dan biaya sosial. Biaya pribadi adalah pengeluaran keluarga untuk
pendidikan atau dikenal dengan pengeluaran rumah tangga. Biaya sosial adalah
biaya yang dikeluarkan masyarakat untuk pendidikan, baik melalui sekolah maupun
melalui pajak yang dihimpun oleh pemerintah kemudian digunakan untuk membiayai
pendidikan. Biaya yang dikeluarkan oleh pemerintah pada dasarnya termasuk biaya
sosial.
c. biaya
dalam bentuk uang (monetary cost) dan bukan uang (non-monatary cost).
Dalam
kenyataannya, ketiga kategori biaya pendidikan tersebut dapat bertumpang
tindih, misalnya ada biaya pribadi dan sosial yang bersifat langsung dan tidak
langsung serta berupa uang dan bukan uang.
BAB
III
KESIMPULAN
1. Manajemen
pembiayaan pendidikan adalah segenap kegiatan yang berkenaan dengan penataan
sumber, penggunaan, dan pertanggungjawaban dana pendidikan di sekolah atau
lembaga pendidikan.
2.
Menurut Depdiknas (2007),
sumber-sumber pendapatan sekolah dapat berasal dari:
a.
Pemerintah, yang meliputi:
Pemerintah Pusat, yang dialokasikan melalui APBN serta Pemerintah
Kabupaten/Kota, yang dialokasikan melalui APBD.
b.
Usaha mandiri sekolah, yang berupa kegiatan:
pengelolaan kantin sekolah, koperasi sekolah, wartel, jasa antar jemput siswa,
panen kebun sekolah; kegiatan sekolah yang menarik sehingga ada sponsor yang
memberi dana; kegiatan seminar/ pelatihan/lokakarya dengan dana dari peserta yang
dapat disisihkan sisa anggarannya untuk sekolah; serta penyelenggaraan lomba
kesenian dengan biaya dari peserta atau perusahaan yang dapat disisihkan
sebagian dananya untuk sekolah;
c.
Orang tua siswa, yang berupa
sumbangan fasilitas belajar siswa, sumbangan pembangunan gedung, iuran BP3, dan
SPP;
d.
Dunia usaha dan industri, yang
dilakukan melalui kerjasama dalam berbagai kegiatan, baik berupa bantuan uang
maupun fasilitas sekolah;
e.
Hibah yang tidak bertentangan dengan
peraturan perundangan yang berlaku, di mana kepala sekolah perlu menyusun
proposal yang menguraikan kebutuhan pengembangan program sekolah;
f.
Yayasan penyelenggara pendidikan
bagi lembaga pendidikan swasta;
g.
Masyarakat luas.
Dalam
teori dan praktik pembiayaan pendidikan, baik pada tataran makro maupun mikro,
dikenal beberapa kategori biaya pendidikan (Anwar, 1991,Gaffar, 1991, Thomas,
1971).
a. biaya
langsung (direct cost) dan biaya tak langsung (indirect cost).
b. biaya
pribadi dan biaya sosial.
c. biaya
dalam bentuk uang (monetary cost) dan bukan uang (non-monatary cost).
DAFTAR
PUSTAKA
Muljani
A. Nurhadi. 1983. Administrasi Pendidikan Di Sekolah. Yogyakarta: Andi Offset
Hadari,
Nawawi. 1981. Administrasi Pendidikan. Jakarta: PT. Gunung Agung
Supriadi,
Dedi. 2010. Satuan Biaya Pendidikan Dasar Dan Menengah. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya
Anwar,
M.I. 1991. “Biaya Pendidikan dan Metode Penetapan Biaya Pendidikan”. Mimbar
Pendidikan, No. 1 Tahun X 1991.
Gaffar,
M.F. (1991) “Konsep dan Filosofi Biaya Pendidikan”. Mimbar Pendidikan, No. 1
Tahun X, 1991.
Thomas,
J.A.(1971).The Productive School: A Sytem Analysis Approach to Educational
Administration. New York: John Wiley & Sons.
Depdiknas.
2005. Renstra Departemen Pendidikan Nasional 2005 – 2009. (Online),
(http://www.depdiknas.go.id, diakses 16 Oktober 2010).
[1] Muljani
A. Nurhadi. 1983. Administrasi Pendidikan Di Sekolah. Yogyakarta: Andi Offset.
Hal, 34-35
[2] Hadari, Nawawi. 1981.
Administrasi Pendidikan. Jakarta: PT. Gunung Agung. Hal, 78.
[3]
Supriadi, Dedi. 2010. Satuan Biaya Pendidikan Dasar Dan Menengah. Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya. Hal, 89-90
[4] Depdiknas. 2005. Renstra
Departemen Pendidikan Nasional 2005 – 2009. (Online),
(http://www.depdiknas.go.id, diakses 16 Oktober 2010)
[5] Ibid, hal, 91
[6] Anwar, M.I. 1991. “Biaya
Pendidikan dan Metode Penetapan Biaya Pendidikan”. Mimbar Pendidikan, No. 1
Tahun X 1991. Hal, 28-33.
[7] Gaffar, M.F. (1991) “Konsep dan
Filosofi Biaya Pendidikan”. Mimbar Pendidikan, No. 1 Tahun X, 1991. Hal, 56-60.
[8] Thomas, J.A.(1971).The Productive
School: A Sytem Analysis Approach to Educational Administration. New York: John
Wiley & Sons. Hal, 66-67
Tidak ada komentar:
Posting Komentar