Sabtu, 06 Desember 2014

LIfe Skill (kecakapan hidup)

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Di indonesia saat ini, pengetahuan dan kecakapan hidup sangatlah di butuhkan. Apalagi dengan banyaknya pengangguran yang semakin meningkat setiap tahunnya.
Untuk itulah makalah ini dibuat untuk membantu mengenali akan kecakapan hidup yang dimiliki masing-masing diri. 
B.     Rumusan Masalah
1.      apakah pengertian Life Skill itu?
2.      jelaskan Mengenai Pendidikan Life Skill (kecakapan Hidup) ?
3.      jelaskan Hubungan antara Surat An Nisa’ ayat 9 dengan pendidikan Life Skill?
4.      Sebutkan hadist yang berhubungan dengan pendidikan Life skill (kecakapan hidup)?
5.      Apa tujuan dari pendidikan Life Skill itu?


















BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Pendidikan Life Skill (kecakapan hidup)
1.       Pengertian Life Skill
Menurut Barrie Hopson dan Scally (1981) mengemukakan bahwa kecakapan hidup merupakan pengembangan diri untuk bertahan hidup, tumbuh, dan berkembang, memiliki kemampuan untuk berkomunikasi dan berhubungan baik secara individu, kelompok maupun melalui sistem dalam menghadapi situasi tertentu.
Menurut Brolyazin (1989) mengartikan lebih sederhana yaitu bahwa kecakapan hidup merupakan interaksi dari berbagai pengetahuan dan kecakapan sehingga seseorang mampu hidup mandiri.
Menurut kent davis (2000:1) kecakapan hidup adalah “manual pribadi” bagi tubuh seseorang kecakapan ini membantu peserta didik belajar bagaimana memelihara tubuhnya, tumbuh menjadi dirinya, bekerjasama secara baik dengan orang lain, membuat keputusan yang logis, melindungi dirinya sendiri dan mencapai tujuan di dalam kehidupannya.
Dari pengertian di atas, dapat diartikan bahwa pendidikan kecakapan hidup merupakan kecakapan-kecakapan yang secara praktis dapat membekali peserta didik dalam mengatasi berbagai macam persoalan hidup dan kehidupan.
2.       Pendidikan life skill
Kecakapan itu menyangkut aspek pengetahuan, sikap yang didalamnya termasuk fisik dan mental, serta kecakapan kejuruan yang berkaitan dengan pengembangan akhlak peserta didik sehingga mampu menghadapi tuntutan dan tantangan hidup dalam kehidupan.
  Peranan Orangtua sangatlah penting dalam membentuk dan membimbing anak-anaknya. orangtua adalaha guru pertama yang dibutuhkan oleh anak, kedekatan anak dan kedua orangtua merupakan salah satu hal yang sangat menentukan watak dan karakter dari anaknya. Pengawasan dan perhatian orangtua yang optimal akan mambantu mempermudah pendidikan yang diberikan oleh anak. kerja sama orangtua dan sekolah yang baik akan membuat pendidikan yang direncanakan untuk anak semakin mudah dan lancar.
Orang tua adalah sumber pendidikan utama bagi anak. Parenting, merupakan istilah yang merujuk pada penyiapan anak pada dunianya. Bagaimana ia nanti akan bersikap serta bersosialisasi dalam keluarga dan masyarakat. Orang tua perlu sensitif dalam mengambil peran yang tepat dalam kehidupan anak dan harus sepakat dalam mendidik. 
Kecakapan keorangtuaan merupakan proses kegiatan membesarkan anak. Dalam hal ini ada pada tataran membina, meningkatkan perkembangan fisik, emosi, sosial, dan intelektual anak mulai dari masa kanak-kanak hingga dewasa.
Ini sesuai dengan Surat An-Nisa’ ayat 9:

وَلْيَخْشَ الَّذِينَ لَوْ تَرَكُوا مِنْ خَلْفِهِمْ ذُرِّيَّةً ضِعَافًا خَافُوا عَلَيْهِمْ فَلْيَتَّقُوا اللَّهَ وَلْيَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا
Artinya:“Dan hendaklah orang-orang takut kepada Allah, bila seandainya mereka meninggalkan anak-anaknya, yang dalam keadaan lemah, yang mereka khawatirkan terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu, hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan mengucapkan perkataan yang benar”.[1] (an-Nisa’: 9)
Makna Kosakata
Dan hendaklah takut وَلْيَخْشَ Bila mereka meninggalkan لَوْتَرَكُوْ Anak-anaknya (yang dibelakangnya) خَلْفِهِمْ Dalam keadaan ذُرِّيَّةً Lemah ضِعْفًا Mereka khawatirkan (takutkan)اخَافُوْ Hendaklah mereka bertakwa فَلْيَتَّقُوْ dan mengucapkan وَلْيَقُوْلُوْا Perkataan قَوْلاَYang benar سَدِيْدًا
Tafsir Ayat
Abu Ja’far berkata: Pendapat yang representatif sebagai tafsir ayat tersebut adalah pendapat yang mengatakan bahwa makna firman Allah tersebut adalah,”Hendaklah takut (kepada Allah) orang-orang yang seandainya meraka meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatirkan (anak-anak itu) akan terlantar bila mereka membagikan harta mereka semasa hidup, atau membagikannya sebagai wasiat dari mereka kepada keluarga mereka, anak-anak yatim, dan orang-orang miskin. Oleh karena itu, mereka menyimpan harta mereka untuk anak-anak mereka, karena mereka takut anak-anak mereka akan terlantar sepeninggal mereka, di samping (karena kondisi) anak-anak mereka itu (memang) lemah dan tidak mampu memenuhi tuntutan. Itulah sebabnya mereka harus memerintahkan orang yang mereka hadiri (maksudnya orang yang akan memberikan wasiat) saat memberikan wasiat untuk kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, dan yang lainnya agar berlaku adil terhadap hartanya, takut kepada Allah, serta mengatakan perkataan yang benar, yaitu memberitahukan kepada orang yang akan memberikan wasiat tentang apa-apa yang telah Allah bolehkan bagi dirinya, yaitu boleh memberikan wasiat, dan apa-apa yang telah Allah pilihkan untuknya yakni (harus memberikan wasiat tersebut kepada) orang-orang yang beriman kepada Allah, kitab-kitab-Nya dan syariat-syariat-Nya.[2]
 Pendapat tersebut paling representatif sebagai tafsir ayat tersebut daripada beberapa pendapat lainnya, karena alasan yang telah dikemukakan tadi, yaitu bahwa makna firman Allah, 
مَعْرُوفًا قَوْلًا لَهُمْ وَقُولُوا مِنْهُ قُوهُمْ فَارْزُ وَالْمَسَاكِينُ وَالْيَتَامَى الْقُرْبَى أُولُو الْقِسْمَةَ حَضَرَ وَإِذَا
”Dan apabila sewaktu pembagian itu hadir kerabat, anak yatim dan orang miskin, maka berilah mereka dari harta itu (sekedarnya) dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang baik” adalah, “Apabila kerabat, anak yatim, dan orang miskin, hadir sewaktu pembagian (harta), maka berilah mereka bagian dari harta itu.”Makna ini sesuai dengan dalil-dalil yang telah kami kemukakan.
 Apabila makna tersebut merupakan makna bagi firman Allah,
وَالْمَسَاكِينُ وَالْيَتَامَى الْقُرْبَى أُولُو الْقِسْمَةَ حَضَرَ وَإِذَا
“Dan apabila sewaktu pembagian itu hadir kerabat, anak yatim dan orang miskin...” maka seharusnya firman Allah Ta’ala, ...وَلْيَخْشَ  الَّذِينَ لَوْ تَرَكُوا مِنْ خَلْفِهِمْ  
              “Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang...” merupakan sebuah pembelajaran dari Allah kepada hamba-hamba-Nya dalam persoalan wasiat, yakni agar disesuaikan dengan ketentuan yang telah Allah izinkan bagi mereka dalam masalah itu, sebab firman Allah,. وَلْيَخْشَ الَّذِينَ لَوْ تَرَكُوا مِنْ خَلْفِهِمْ “Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang...” merupakan lanjutan dari ayat sebelumnya yang berbicara tentang hukum wasiat. Dalam hal ini pendapat atau penafsiran yang telah kami kemukakan merupakan makna yang paling kuat untuk firman Allah tersebut. Dengan demikian, menyamakan hukum yang terkandung dalam firman Allah tersebut (maksudnya walyakhsya...) dengan hukum yang terkandung dalam ayat sebelumnya adalah lebih baik karena makna keduanya hampir sama daripada menyamakan hukum dalam firman Allah tersebut kepada hukum yang terkandung dalam firman Allah yang lain, yang tidak ada kesamaan dalam hal makna.
            Pengertian yang telah dikemukakan sebagai penafsiran firman Allah, “Dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar,” juga dikemukakan oleh orang-orang yang pendapatnya telah disebutkan pada awal penafsiran ayat ini.
            Sebagaimana disebutkan dalam literatur-literatur Islam, memakan harta anak-anak yatim memiliki efek di dunia dan akhirat. Di dunia, ayat ini mengisyarakatkan bahwa kerusakan yang disebabkannya sampai kepada anak keturunan; dan di akhirat, akan ada api neraka ( yang disebutkan dalam ayat berikutnya).[3]
             Makna dari ayat ini mungkin merujuk kepada wasiat-wasiat atau pewarisan yang tidak wajar, bahwa mereka mewarisi atau menghabiskan semua harta yang mereka miliki tanpa memikirkan anak-anak mereka yang masih kecil dan lemah, yang hidup dalam kemiskinanan kemalangan setelah kematian mereka.[4]
            Sekali lagi, ayat ini bisa menjadi sebuah rekomendasi bagi mereka yang memiliki keturunan yang cacat, agar dengan perencanan yang tepat, mereka menjamin masa depan anak-anak (yang cacat) tersebut.[5]


B.     Korelasi antara surat An Nisa ayat 9 dengan Pendidikan Life Skill
Mengutip ayat ini { ذُرّيَّةً ضعافا }  “keturunan yang lemah” maka untuk menghilangkan keturuan yang lemah haruslah memiliki kemampuan life skill yang memumpuni. Maka sebagai pendidik harus dapat memberikan kemampuan tersebut sebagaimana perintah tersebut diterangkan dalam surat An-Nisa ayat 9 “Dan hendaklah orang-orang takut kepada Allah, bila seandainya mereka meninggalkan anak-anaknya, yang dalam keadaan lemah, yang mereka khawatirkan terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu, hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan mengucapkan perkataan yang benar”.
Surat An- Nisa’ tersebut terdapat koherensi dengan Hadits Rasulullah yang berbunyi:
قال النبى صلى الله عليه وسلم : خير الناس انفعهمم للنا س
Artinya: ‘’ bawasannya Rasululloh SAW bersabda : “Sebaik-baiknya manusia adalah manusia yang memberikan manfa’at kepada sesamanya.”
Karena ketika seorang anak yang lemah maka sebagai seorang pendidik, lebih- lebih orang tua haruslah dapat merubah anak tersebut menjadi lebih baik, dengan cara mendidiknya, memberinya perhatian, memberinya nafkah atau rezeki yang halal dan menjaganya dari semua yang diharamkan.  jika di lihat dengan hadits tersebut, dan sebaik-baiknya orang adalah yang bisa memberikan manfa’at kepada yang lainnya. Itu menunjukkan bahwa semua orang mempunyai kemampuan life skill masing-masing dan semua orang bisa berguna bagi yang lainnya. Jika kita mau berusaha dan terus mencoba, meskipun kegagalan yang di dapat itu tidaklah mengurangi semangat belajar kita karna kata pepatah “kegagalan adalah awal dari keberhasilan”.  
قال النبي صلي الله عليه وسلم : خيار كم من ذكر كم بالله رؤيته وزاد في علمكم منتقه ورغبكم في الاخرة عمله
Artinya :
‘’ Rasululloh SAW bersabda :’’ sebaik-baiknya diantara kamu adalah dia yang nasihatnya mengingatkanmu kepada Allah , ucapannya menambah ilmumu, dan perbuatannya mendorongmu beramal untuk akhirat.’’[6]
Maksud hadist diatas yaitu mengingatkan kita untuk mencari teman yang bisa memberi nasihat dan akan mebuat kita lebih baik , karena seorang teman dapat berpengaruh dalam hidup kehidupan kita. Dan dari seorang temanlah kita banyak belajar.


C.     Tujuan Pendidikan Life Skill
Tujuan pendidikan life skill menurut Team Broad Base Education Depdiknas bahwa tujuan pendidikan life skill adalah untuk :
1.      Mengaktualisasikan potensi peserta didik sehingga dapat memecahkan permasalahan yang dihadapi.
2.       Mengembangkan potensi manusiawi peserta didik menghadapi perannya dimasa mendatang.
3.       Membekali peserta didik dengan kecakapan hidup sebagai pribadi yang mandiri.













BAB III
   KESIMPULAN

1.      pendidikan kecakapan hidup merupakan kecakapan-kecakapan yang secara praktis dapat membekali peserta didik dalam mengatasi berbagai macam persoalan hidup dan kehidupan.
2.      Kecakapan itu menyangkut aspek pengetahuan, sikap yang didalamnya termasuk fisik dan mental, serta kecakapan kejuruan yang berkaitan dengan pengembangan akhlak peserta didik sehingga mampu menghadapi tuntutan dan tantangan hidup dalam kehidupan.
3.      Mengutip ayat ini { ذُرّيَّةً ضعافا }  “keturunan yang lemah” maka untuk menghilangkan keturuan yang lemah haruslah memiliki kemampuan life skill yang memumpuni. Maka sebagai pendidik harus dapat memberikan kemampuan tersebut
4.      . قال النبى صلى الله عليه وسلم : خير الناس انفعهمم للنا س

Artinya: ‘’ bawasannya Rasululloh SAW bersabda : “Sebaik-baiknya manusia adalah manusia yang memberikan manfa’at kepada sesamanya.”
            .  jika di lihat dengan hadits tersebut, dan sebaik-baiknya orang adalah yang bisa memberikan manfa’at kepada yang lainnya. Itu menunjukkan bahwa semua orang mempunyai kemampuan life skill masing-masing dan semua orang bisa berguna bagi yang lainnya
5.      Tujuan pendidikan Life Skill
a.       Mengaktualisasikan potensi peserta didik sehingga dapat memecahkan permasalahan yang dihadapi.
b.      Mengembangkan potensi manusiawi peserta didik menghadapi perannya dimasa mendatang.
c.       Membekali peserta didik dengan kecakapan hidup sebagai pribadi yang mandiri.

DAFTAR PUSTAKA

Penerbit Al qur’an Hilal, Mushaf Aisyah
Tafsir Nurus Tsaqalayn, jilid 1
Majma’ul Bayan, jilid 220
Rozi Fakhrur, Tafsirul Kabir
DR. H. Bisri Affandi, MA. (1993) “Dirasat Islamiyyah (Ilmu Tafsir & Hadits)”.CV Aneka Bahagia Offset
Ibnu Hamzah Al Husaini Al Hanafi Ad Damsyiqi, Asbabul Wurud juz 2 , (Jakarta: Kalam Mulia, 2006.)












[1] Mushaf Aisyah, hal 78.
[2] DR. H. Bisri Affandi, MA. (1993) “Dirasat Islamiyyah (Ilmu Tafsir & Hadits)”. Hal, 250.
[3] Tafsir Nuruts Tsaqalayn, jilid 1, h.370

[4] Majma’ul bayan, jilid 220
[5]  Fakhrur Razi, Tafsirul Kabir. Hal 150.
[6]  Ibnu Hamzah, Asbabul Wurud juz 2, Hlm 334.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar