BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Di indonesia saat ini,
pengetahuan dan kecakapan hidup sangatlah di butuhkan. Apalagi dengan banyaknya
pengangguran yang semakin meningkat setiap tahunnya.
Untuk itulah makalah ini dibuat untuk membantu mengenali akan kecakapan
hidup yang dimiliki masing-masing diri.
B.
Rumusan Masalah
1.
apakah pengertian Life Skill itu?
2.
jelaskan Mengenai Pendidikan Life Skill (kecakapan Hidup) ?
3.
jelaskan Hubungan antara Surat An Nisa’ ayat 9 dengan pendidikan
Life Skill?
4.
Sebutkan hadist yang berhubungan dengan pendidikan Life skill
(kecakapan hidup)?
5.
Apa tujuan dari pendidikan Life Skill itu?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Pendidikan Life Skill (kecakapan hidup)
1. Pengertian Life Skill
Menurut Barrie Hopson dan Scally (1981) mengemukakan bahwa kecakapan hidup
merupakan pengembangan diri untuk bertahan hidup, tumbuh, dan berkembang,
memiliki kemampuan untuk berkomunikasi dan berhubungan baik secara individu,
kelompok maupun melalui sistem dalam menghadapi situasi tertentu.
Menurut Brolyazin (1989) mengartikan lebih sederhana yaitu bahwa kecakapan
hidup merupakan interaksi dari berbagai pengetahuan dan kecakapan sehingga
seseorang mampu hidup mandiri.
Menurut kent davis (2000:1) kecakapan hidup adalah “manual pribadi” bagi
tubuh seseorang kecakapan ini membantu peserta didik belajar bagaimana
memelihara tubuhnya, tumbuh menjadi dirinya, bekerjasama secara baik dengan
orang lain, membuat keputusan yang logis, melindungi dirinya sendiri dan
mencapai tujuan di dalam kehidupannya.
Dari pengertian di atas, dapat diartikan bahwa pendidikan kecakapan hidup
merupakan kecakapan-kecakapan yang secara praktis dapat membekali peserta didik
dalam mengatasi berbagai macam persoalan hidup dan kehidupan.
2. Pendidikan life skill
Kecakapan itu menyangkut aspek pengetahuan, sikap yang didalamnya termasuk
fisik dan mental, serta kecakapan kejuruan yang berkaitan dengan pengembangan
akhlak peserta didik sehingga mampu menghadapi tuntutan dan tantangan
hidup dalam kehidupan.
Peranan Orangtua sangatlah penting dalam membentuk dan
membimbing anak-anaknya. orangtua adalaha guru pertama yang dibutuhkan oleh
anak, kedekatan anak dan kedua orangtua merupakan salah satu hal yang sangat
menentukan watak dan karakter dari anaknya. Pengawasan dan perhatian orangtua
yang optimal akan mambantu mempermudah pendidikan yang diberikan oleh anak.
kerja sama orangtua dan sekolah yang baik akan membuat pendidikan yang
direncanakan untuk anak semakin mudah dan lancar.
Orang tua adalah sumber pendidikan utama bagi anak. Parenting, merupakan
istilah yang merujuk pada penyiapan anak pada dunianya. Bagaimana ia nanti akan
bersikap serta bersosialisasi dalam keluarga dan masyarakat. Orang tua perlu
sensitif dalam mengambil peran yang tepat dalam kehidupan anak dan harus
sepakat dalam mendidik.
Kecakapan keorangtuaan merupakan proses kegiatan membesarkan anak. Dalam
hal ini ada pada tataran membina, meningkatkan perkembangan fisik, emosi,
sosial, dan intelektual anak mulai dari masa kanak-kanak hingga dewasa.
Ini sesuai dengan Surat An-Nisa’ ayat 9:
وَلْيَخْشَ الَّذِينَ لَوْ تَرَكُوا مِنْ خَلْفِهِمْ ذُرِّيَّةً ضِعَافًا
خَافُوا عَلَيْهِمْ فَلْيَتَّقُوا اللَّهَ وَلْيَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا
Artinya:“Dan hendaklah
orang-orang takut kepada Allah, bila seandainya mereka meninggalkan anak-anaknya,
yang dalam keadaan lemah, yang mereka khawatirkan terhadap (kesejahteraan)
mereka. Oleh sebab itu, hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan mengucapkan
perkataan yang benar”.[1]
(an-Nisa’: 9)
Makna Kosakata
Dan hendaklah takut وَلْيَخْشَ Bila mereka meninggalkan لَوْتَرَكُوْ Anak-anaknya (yang
dibelakangnya) خَلْفِهِمْ
Dalam keadaan ذُرِّيَّةً Lemah ضِعْفًا
Mereka khawatirkan (takutkan)اخَافُوْ
Hendaklah mereka bertakwa فَلْيَتَّقُوْ dan mengucapkan وَلْيَقُوْلُوْا
Perkataan قَوْلاَYang benar سَدِيْدًا
Tafsir Ayat
Abu
Ja’far berkata: Pendapat yang representatif sebagai tafsir ayat tersebut
adalah pendapat yang mengatakan bahwa makna firman Allah tersebut
adalah,”Hendaklah takut (kepada Allah) orang-orang yang seandainya meraka
meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatirkan
(anak-anak itu) akan terlantar bila mereka membagikan harta mereka semasa
hidup, atau membagikannya sebagai wasiat dari mereka kepada keluarga mereka,
anak-anak yatim, dan orang-orang miskin. Oleh karena itu, mereka menyimpan
harta mereka untuk anak-anak mereka, karena mereka takut anak-anak mereka akan
terlantar sepeninggal mereka, di samping (karena kondisi) anak-anak mereka itu
(memang) lemah dan tidak mampu memenuhi tuntutan. Itulah sebabnya mereka harus
memerintahkan orang yang mereka hadiri (maksudnya orang yang akan memberikan
wasiat) saat memberikan wasiat untuk kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang
miskin, dan yang lainnya agar berlaku adil terhadap hartanya, takut kepada Allah,
serta mengatakan perkataan yang benar, yaitu memberitahukan kepada orang yang
akan memberikan wasiat tentang apa-apa yang telah Allah bolehkan bagi dirinya,
yaitu boleh memberikan wasiat, dan apa-apa yang telah Allah pilihkan untuknya
yakni (harus memberikan wasiat tersebut kepada) orang-orang yang beriman kepada
Allah, kitab-kitab-Nya dan syariat-syariat-Nya.[2]
Pendapat tersebut
paling representatif sebagai tafsir ayat tersebut daripada beberapa pendapat
lainnya, karena alasan yang telah dikemukakan tadi, yaitu bahwa makna firman
Allah,
مَعْرُوفًا قَوْلًا لَهُمْ وَقُولُوا مِنْهُ قُوهُمْ فَارْزُ وَالْمَسَاكِينُ وَالْيَتَامَى الْقُرْبَى أُولُو الْقِسْمَةَ حَضَرَ وَإِذَا
”Dan apabila sewaktu
pembagian itu hadir kerabat, anak yatim dan orang miskin, maka berilah mereka
dari harta itu (sekedarnya) dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang baik” adalah, “Apabila kerabat, anak yatim, dan orang miskin, hadir sewaktu
pembagian (harta), maka berilah mereka bagian dari harta itu.”Makna ini sesuai
dengan dalil-dalil yang telah kami kemukakan.
Apabila
makna tersebut merupakan makna bagi firman Allah,
وَالْمَسَاكِينُ وَالْيَتَامَى الْقُرْبَى أُولُو الْقِسْمَةَ حَضَرَ وَإِذَا
“Dan apabila sewaktu pembagian itu hadir kerabat, anak yatim dan orang
miskin...” maka seharusnya
firman Allah Ta’ala, ...وَلْيَخْشَ الَّذِينَ
لَوْ تَرَكُوا مِنْ خَلْفِهِمْ
“Dan hendaklah takut
kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang...” merupakan sebuah pembelajaran dari Allah kepada hamba-hamba-Nya dalam
persoalan wasiat, yakni agar disesuaikan dengan ketentuan yang telah Allah
izinkan bagi mereka dalam masalah itu, sebab firman Allah,. وَلْيَخْشَ
الَّذِينَ لَوْ تَرَكُوا مِنْ خَلْفِهِمْ “Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang
seandainya meninggalkan di belakang...” merupakan lanjutan dari ayat sebelumnya yang berbicara tentang hukum
wasiat. Dalam hal ini pendapat atau penafsiran yang telah kami kemukakan
merupakan makna yang paling kuat untuk firman Allah tersebut. Dengan demikian,
menyamakan hukum yang terkandung dalam firman Allah tersebut (maksudnya walyakhsya...)
dengan hukum yang terkandung dalam ayat sebelumnya adalah lebih baik karena
makna keduanya hampir sama daripada menyamakan hukum dalam firman Allah
tersebut kepada hukum yang terkandung dalam firman Allah yang lain, yang tidak
ada kesamaan dalam hal makna.
Pengertian yang telah
dikemukakan sebagai penafsiran firman Allah, “Dan hendaklah mereka mengucapkan
perkataan yang benar,” juga dikemukakan oleh orang-orang yang pendapatnya telah
disebutkan pada awal penafsiran ayat ini.
Sebagaimana disebutkan dalam literatur-literatur Islam,
memakan harta anak-anak yatim memiliki efek di dunia dan akhirat. Di dunia, ayat
ini mengisyarakatkan bahwa kerusakan yang disebabkannya sampai kepada anak
keturunan; dan di akhirat, akan ada api neraka ( yang disebutkan dalam ayat
berikutnya).[3]
Makna dari ayat ini mungkin merujuk kepada
wasiat-wasiat atau pewarisan yang tidak wajar, bahwa mereka mewarisi atau
menghabiskan semua harta yang mereka miliki tanpa memikirkan anak-anak mereka
yang masih kecil dan lemah, yang hidup dalam kemiskinanan kemalangan setelah
kematian mereka.[4]
Sekali lagi, ayat ini bisa menjadi sebuah rekomendasi
bagi mereka yang memiliki keturunan yang cacat, agar dengan perencanan yang
tepat, mereka menjamin masa depan anak-anak (yang cacat) tersebut.[5]
B. Korelasi antara surat An Nisa ayat 9
dengan Pendidikan Life Skill
Mengutip
ayat ini { ذُرّيَّةً ضعافا } “keturunan yang lemah” maka untuk
menghilangkan keturuan yang lemah haruslah memiliki kemampuan life skill yang
memumpuni. Maka sebagai pendidik harus dapat memberikan kemampuan tersebut
sebagaimana perintah tersebut diterangkan dalam surat An-Nisa ayat 9 “Dan
hendaklah orang-orang takut kepada Allah, bila seandainya mereka meninggalkan
anak-anaknya, yang dalam keadaan lemah, yang mereka khawatirkan terhadap
(kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu, hendaklah mereka bertakwa kepada Allah
dan mengucapkan perkataan yang benar”.
Surat
An- Nisa’ tersebut terdapat koherensi dengan Hadits Rasulullah yang berbunyi:
قال النبى صلى الله عليه وسلم : خير الناس انفعهمم للنا س
Artinya:
‘’ bawasannya Rasululloh SAW bersabda : “Sebaik-baiknya manusia adalah
manusia yang memberikan manfa’at kepada sesamanya.”
Karena ketika seorang anak yang lemah maka sebagai seorang
pendidik, lebih- lebih orang tua haruslah dapat merubah anak tersebut menjadi
lebih baik, dengan cara mendidiknya, memberinya perhatian, memberinya nafkah
atau rezeki yang halal dan menjaganya dari semua yang diharamkan. jika di lihat dengan hadits tersebut, dan sebaik-baiknya
orang adalah yang bisa memberikan manfa’at kepada yang lainnya. Itu
menunjukkan bahwa semua orang mempunyai kemampuan life skill masing-masing dan
semua orang bisa berguna bagi yang lainnya. Jika kita mau berusaha dan terus
mencoba, meskipun kegagalan yang di dapat itu tidaklah mengurangi semangat
belajar kita karna kata pepatah “kegagalan adalah awal dari keberhasilan”.
قال النبي صلي الله عليه وسلم : خيار كم من ذكر كم بالله رؤيته وزاد
في علمكم منتقه ورغبكم في الاخرة عمله
Artinya :
‘’ Rasululloh
SAW bersabda :’’ sebaik-baiknya diantara kamu adalah dia yang nasihatnya
mengingatkanmu kepada Allah , ucapannya menambah ilmumu, dan perbuatannya
mendorongmu beramal untuk akhirat.’’[6]
Maksud
hadist diatas yaitu mengingatkan kita untuk mencari teman yang bisa memberi
nasihat dan akan mebuat kita lebih baik , karena seorang teman dapat
berpengaruh dalam hidup kehidupan kita. Dan dari seorang temanlah kita banyak
belajar.
C.
Tujuan Pendidikan Life Skill
Tujuan pendidikan life skill menurut Team Broad Base Education Depdiknas
bahwa tujuan pendidikan life skill adalah untuk :
1.
Mengaktualisasikan potensi peserta didik sehingga dapat memecahkan
permasalahan yang dihadapi.
2.
Mengembangkan potensi manusiawi peserta didik menghadapi perannya
dimasa mendatang.
3.
Membekali peserta didik dengan kecakapan hidup sebagai pribadi yang
mandiri.
BAB III
KESIMPULAN
1. pendidikan kecakapan
hidup merupakan kecakapan-kecakapan yang secara praktis dapat membekali peserta
didik dalam mengatasi berbagai macam persoalan hidup dan kehidupan.
2.
Kecakapan itu menyangkut aspek pengetahuan, sikap yang didalamnya termasuk
fisik dan mental, serta kecakapan kejuruan yang berkaitan dengan pengembangan
akhlak peserta didik sehingga mampu menghadapi tuntutan dan tantangan
hidup dalam kehidupan.
3.
Mengutip
ayat ini { ذُرّيَّةً ضعافا } “keturunan yang lemah” maka untuk
menghilangkan keturuan yang lemah haruslah memiliki kemampuan life skill yang
memumpuni. Maka sebagai pendidik harus dapat memberikan kemampuan tersebut
4.
.
قال النبى صلى الله عليه وسلم : خير الناس انفعهمم للنا س
Artinya:
‘’ bawasannya Rasululloh SAW bersabda : “Sebaik-baiknya manusia adalah
manusia yang memberikan manfa’at kepada sesamanya.”
. jika di lihat dengan
hadits tersebut, dan sebaik-baiknya orang adalah yang bisa memberikan
manfa’at kepada yang lainnya. Itu menunjukkan bahwa semua orang mempunyai
kemampuan life skill masing-masing dan semua orang bisa berguna bagi yang
lainnya
5.
Tujuan
pendidikan Life Skill
a.
Mengaktualisasikan potensi peserta didik sehingga dapat memecahkan
permasalahan yang dihadapi.
b.
Mengembangkan potensi manusiawi peserta didik menghadapi perannya dimasa
mendatang.
c.
Membekali peserta didik dengan kecakapan hidup sebagai pribadi yang mandiri.
DAFTAR PUSTAKA
Penerbit Al qur’an Hilal, Mushaf Aisyah
Tafsir Nurus Tsaqalayn, jilid 1
Majma’ul Bayan, jilid 220
Rozi Fakhrur, Tafsirul Kabir
DR. H. Bisri
Affandi, MA. (1993) “Dirasat Islamiyyah (Ilmu Tafsir & Hadits)”.CV
Aneka Bahagia Offset
Ibnu Hamzah
Al Husaini Al Hanafi Ad Damsyiqi, Asbabul Wurud juz 2 , (Jakarta: Kalam Mulia,
2006.)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar