Sabtu, 06 Desember 2014

kitab mahally

Bab menjelaskan sebab-sebabnya hadats,
Yang dimaksud yakni hadats ashgor ( kecil ), asbabul hadats disebut juga sebagai sesuatu yang membatalkan wudlu, yang mana sesuatu tersebut ada 4 yaitu;
1.      Keluarnya sesuatu dari qubul atau duburnya mutawadhi’ Allah subhanahu wa ta’ala berfirman “ atau datang dari tempat buang air “.
Yang dimaksud ghoith ialah tempat galian dari bumi yang digunakan untuk qodhil hajat, sesuatu yang keluar (khorij) dinamakan ghoith karena meliputi (memper/tetanggaan). Begitu juga (batal) yaitu sesuatu yang keluar menurut kebiasaannya seperti kencing dan sesuatu yang jarang (nadir) seperti halnya darah. Kecuali mani maka wudhunya tidak batal seperti halnya ihtilamnya orang yang tidur dalam keadaan netepi wudhunya, karena ihtilam secara umum mewajibkan untuk mandi daripada berwudhu, seperti halnya batalnya wudhu sebab haid besertaan dengan kewajiban mandi karena tidak adanya faidah/keterangan tetapnya wudhu. Ketika tempat keluarnya itu buntu dan terbuka tempat keluarnya  (membuat lubang baru [1] ) di bawah perut yakni dari pusar sampai  di bawah dada atau terbukanya [1] di bawah pusar sebagimana keterangan yang ada dalam kitab daqoiq, maka apabila keluar sesuatu menurut kebiasaannya maka batal wudhunya, begitu juga keluar  sesuatu yang jarang seperti cacing, menurut qoul adzhar karena nadzir menempati tempatnya sesuatu yang buntu di dalam  kebiasaan karena adanya dhorurot,


Menurut qoul dhazir (atsani)  mengatakan;  tidak ada  dhorurot (  tidak  pasti   )  tidak batal  keluarnya sesuatu yang nadzir  dalam  menempati  tempatnya sesuatu yang buntu dalam kebiasaan atau membuka sesuatu di atas ma’idah ( perut ) dengan gambaran membuka makhroj/lubang pada puser atau  sesuatu di atas puser seperti keterangan imam nawawi dalam kitab  ad daqoiq. Yang mana tempat yang ashli itu buntu, atau membuka sesuatu di bawahnya (ma’idah) dan tempat yang asli terbuka maka wudlunya tidak batal menurut qoul adzhar karena keluarnya sesuatu  dari atas maidah itu serupa dengan muntah, adapun ,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,
Dan sesuatu yang keluar dari tempat keluar di bawah perut dan terbukanya tempat yang asli itu tidak dhorurot, menurut qoul dhohir batal wudlunya karena dhorurotnya merubah tempat keluarnya ke tempat yang asli, tetapi menurut qoul adhar hal ini yaitu sesuatu yang keluar itu nadir tidak membatalkan, walaupun yang dibuka itu di atasnya perut dan lubang yang asal itu terbuka maka hal ini tidak batal karena disamakan dengan muntah, dan dalam masalah ini ada beberapa wajah ada yang mengatakan andai saja batal ketika lubang yang asal terbuka maka lubang yang di buka di atas puser itu dihukumi seperti lubang asal dalam beristinja dengan batu dan wajib wudlu ketika menyentuhnya dan mandi ketika bersenggama dan haram melihatnya di atas aurot, menurut qoul ashoh hal ini dicegah karena dikecualikan dari batasan sahwat dan dikecualikan (gk lumrah) istinja dengan batu dari qias maka tidak dianggap sebagai lubang asal, adapun lubang yang asal itu hukumnya tetap,  adapun ketika lubang asli  seseo\rang itu buntu kemudian dia buat lagi di bawah maupun di atas perut seperti lubang yang asal dalam masalah batalnya wudhu ketika keluar sesuatu darinya, adapun hal itu sebagaimana anggota baru dalam bencong, maka tidak wajib wudlu ketika menyentuh, dan tidak wajib mandi ketika dimasuki atau memasuki bersenggama dengan lubang buatan tadi menurut imam mawardi,
Imam nawawi mengatakan dalam kitab syarhil muhadab ; tidak ada pendapat dari selain imam mawardi dengan mentashrih baik spendapat maupun berbeda,

 2. hilangnya akal yakni mengetahui karena sebab tidur atau selainnya seperti gila, pingsan, atau mabuk, asal dalil dari keterangan tsb Ialah hadits yang diriwayatkan oleh imam abi daud dan imam lainnya,,,,”{{[ adapun kedua mata itu adalah talinya dubur, maka barang siapa tidur maka berwudhulah] “, adapun selain tidur dari sesuatu yang telah disebutkan itu lebih banget (lebih parah) batal dari tidur di dalam kacaunya pikiran, yang mana menyangka adanya sesuatu yang keluar dari dubur, seperti  adanya keterangan hadits yang menjelaskan yang dimaksud السَّهِ itu adalah dubur, adapun  talinya dubur  itu menjaga dari sesuatu yang keluar dari dubur yang mana orang tidak merasakan/mengetahui sesuatu yang keluar. Adapun الْعَيْنَانِ itu adalah kinayah dari الْيَقِظَةِ (tidak tidur/nglilir). Kecuali jika tidurnya itu menetapi pada tempat duduknya yakni bokongnya tetap dari tempat duduknya maka tidak batal wudhunya karena aman dari keluarnya sesuatu dari duburnya, dan tidak ada ibarat kemungkinan atau harapan keluarnya angin dari qubul karena jarang dan tidak mungkin bagi orang yang tidur  anteng  dalam keadaan melekatnya pada tempat duduknya dengan tempat tetapnya , dan tidak bagi orang yang tidur dalam keadaan duduk yang mana orang tsb orang yang kurus maka di antara sebagian tempat duduknya dan kediamannya berlubang (batal).
lanjut

Tidak ada komentar:

Posting Komentar